Kamis, 05 Mei 2016

[Resensi: Les Masques - Indah Hanaco]


Judul buku: Les Masques
Penulis: Indah Hanaco
Editor: Anin Patrajuangga
Desain kover: Sapta S Soemowidjoko & Lisa Fajar R
Penerbit: Grasindo
Tahun terbit: Maret 2014
Tebal buku: 240 halaman
ISBN: 9786022514657



BLURB

Fleur Radella, lahir karena kebuasan hasrat yang tak bisa ditolak. Elektra Valerius, jiwa berani yang terpaksa bersemayam di tubuh yang salah. Tatum Honora, gadis pemurung yang tercipta karena ketidakmampuan manusia menundukkan diri sendiri.

Semua yang dimulai di masa lalu, tak seharusnya menjadi hantu yang menempel tanpa pengampunan. Lalu Adam Dewatra hadir. Menggenapi jejak horror masa lampau.

RESENSI

Kehidupan masa kecil yang dijalani Fleur Radella benar-benar menyedihkan. Lahir dari hasil pemerkosaan, neneknya, Marini, tak pernah menghujani Fleur dengan kasih sayang. Apalagi Reene Isabel, sang ibu yang mempertahankan kehamilannya walau masih SMA, meninggal setelah melahirkan Fleur. Maka semakin besarlah kebencian dan kemarahan Marini yang dilampiaskan pada Fleur. Anak kecil yang polos dan tanpa dosa.
Tak terhitung berapa kali Marini melenyapkan senyum Fleur. Puncaknya ketika Fleur berusia empat tahun, Marini mengunci Fleur di dalam kamar mandi yang gelap dan jarang digunakan. Tanpa peduli tangis histeris Fleur, Marini tak mengizinkan Nana, pengasuh Fleur untuk membukanya. Kala itulah diantara rasa takut Fleur, Elektra Valerius terlahir. Jiwa yang meledak-ledak, spontan dan cerdas bukan main.
Selepas kejadian itu Fleur bukanlah anak kecil yang sama, ia menjadi pendiam dan pemalu. Sifat yang malah mendorong orang-orang di sekitarnya semakin berlaku abusif. Termasuk Xander, saudara kembar ibunya, yang ikut memanfaatkan kesempatan untuk membuat permainan "Heaven" dengan si kecil Fleur. Yang menyebabkan lahirnya Tatum Honora, jiwa muram yang terluka.

Di masa SMA, Fleur terpilih menjadi salah satu finalis cover girl majalah Dara. Tidak ada yang menyangka, Fleur yang pemalu bisa berani ikut audisi dan lolos sebagai finalis. Fleur sendiri heran bukan main, kapan ia menjalani audisi? Mengapa wajahnya bisa tiba-tiba ada di dalam majalah?
Ketika Fleur akhirnya menang menjadi pemenang pilihan pembaca dan mulai ditawari untuk menjadi model, tentu saja Marini melarangnya. Dan... serangkaian kejadian tak enak pun terjadi. Marini meninggal misterius. Para model dan artis yang mencaci Fleur dibungkam satu-persatu. Sutradara yang mencoba melecehkan Fleur babak belur secara misterius.
Namun tentunya ada hal indah pula yang terjadi. Kebahagiaan terbesar saat Fleur bertemu Enrico, mantan kekasih Audrey. Bersama Enrico, Fleur merasakan apa artinya jatuh cinta. Tapi akankah kisah mereka berakhir bahagia?

----------------

Tarik napas... cari tempat duduk... sepertinya ulasan saya bakalan panjang. Haha...

Saya bagai menemukan harta karun saat membaca Les Masques. Saya mengenal Indah Hanaco sebagai penulis novel roman. Bukan roman menye-menye tentu saja, Indah Hanaco selalu membuat karakter heroine yang kuat dan mandiri. Tangguh. Itu yang saya suka dari penulis ini dan mengapa saya setia mengikuti karyanya.
Dalam novel-novel karyanya, Indah juga sering menyelipkan kepahitan hidup sebagai landasan psikologis tokoh-tokohnya. Yang membuat para tokoh ini bulat dan berdimensi. Beberapa kisah bergulir pula dengan kesan semi thriller seperti Tuhan untuk Jemima dan Cinta Sehangat Pagi. Roman berbalut thriller psikologis, yang mungkin memang di luar nalar tapi benar-benar ada.
Les Masques mengambil tema tentang gangguan identitas disosiatif atau yang dulunya disebut gangguan kepribadian majemuk. Ada beberapa kepribadian yang muncul akibat trauma masa kecil yang dialami Fleur. Kepribadian-kepribadian ini kemudian berkembang dan berniat melindungi Fleur dengan caranya masing-masing walau kemudian jadi semakin ekstrim.

Di kala membaca novel Tuhan untuk Jemima dan Cinta Sehangat Pagi, saya merasa sudah deg-degan mampus. Tapi ternyata itu belum seberapa dibanding ketika saya membaca novel Les Masques.
Pertama kali di awal saya dibawa jatuh iba pada Fleur kecil, saya mudah terenyuh, sedih jika jiwa-jiwa kecil yang seharusnya dilimpahi kasih sayang itu disakiti. Bukan hanya dalam bentuk fisik tapi juga secara mental. Terutama mental. Saya tahu betapa menyakitkannya diabaikan. Bahkan saya, yang sudah berusia kepala tiga, masih nggak kuat dengan pengabaian. Saya bisa down dan Anxiety Disorder saya mulai muncul hanya karena pengabaian.
Masih belum cukup dengan satu luka, ternyata ada luka lain yang dialami Fleur. Pelecehan dari pamannya sendiri. Di halaman awal Indah Hanaco sempat mengucapkan permintaan maaf atas penggunaan lagu Heaven dari Bryan Adams. Yaa.. lagu tersebut digunakan Xander sebagai pengiring kegiatan bejatnya. Itulah mengapa ia memberi nama "permainan" yang ia peragakan sebagai Heaven. Saya sendiri penyuka Bryan Adams apalagi lagu Heaven, tapi saya merasa nggak masalah. Seperti halnya Aoyama Gosho menggunakan lagu Let It Be sebagai lagu pengantar yang disiulkan si pembunuh dalam kasus Copycat Murder. Bisa dipahami mengapa Xander menggunakan lagu Heaven, selain lagunya memang berefek menenangkan, itu memang merupakan surga baginya. Tapi tentu saja neraka bagi Fleur dan Tatum :(

Di novel ini saya merasakan kebebasan Indah Hanaco dalam berekspresi. Saya sering mengemukakan mengapa kadang karya Indah Hanaco seolah kurang luwes dan kurang ekspresif. Seolah ada batasan tak kasat mata yang membuatnya kurang lepas. Di sini saya menemukan kisah yang diriset dengan baik, dipaparkan dengan lugas dan dituliskan dengan sepenuh hati.
Memang ada bagian yang saya rasa bisa didebat dan dipertanyakan seperti mengapa Reene tetap dioperasi caesar padahal tekanan darahnya terus naik.

Mengenai karakter, cukup banyak tokoh yang bermunculan dalam novel ini. Marini terasa dingin, menjaga jarak dan kaku. Kelihatan banget kalau dia nggak mau kompromi. Nana, sang pengasuh, meski sayang dan mencintai Fleur tapi juga nggak bisa berbuat banyak.
Enrico adalah cowok khasnya Indah Hanaco. Manis, sopan dan mudah dicintai. Kisah roman antara Enrico dan Fleur cukup memberi kehangatan dan meredam ketegangan.
Masih ada pula Utari, Xander, Audrey dan tokoh lain yang khas pengkarakterannya. Dan bisa saya bilang kalau interaksinya menarik dan luwes.

Sejak awal saya memang sudah menduga siapa Elektra dan Tatum, mengapa mereka muncul pun saya bisa memahami. Yang membuat saya terkejut justru kelahiran Adam dan siapa pelaku yang memicunya. Bom terakhir yang disimpan Indah Hanaco dan kemunculannya memberi ruang bagi saya untuk berimajunasi.
Endingnya sudah pas menurut saya. Layaknya novel atau film thriller yang endingnya memunculkan misteri lainnya, ending Les Masques memberi saya kesempatan untuk membuat ending sendiri.

Bagi saya novel ini jadi favorit saya, karena di sinilah saya menemukan kesejatian Indah Hanaco. Saya menemukan karyanya yang sepertinya ia tulis tanpa beban dan dicurahkan dengan tulus. Bukan berarti novel lainnya tidak ia tulis dengan rasa cinta, tapi di Les Masques saya merasakan kenikmatannya dalam berbagi.
Semoga saja Indah Hanaco kembali membuat novel semacam ini tentu saja yang lebih tebal dan lebih mendalam.

2 komentar:

Intan Novriza Kamala Sari mengatakan...

Waahh, jadi penasaran sama buku kak Indah yang ini, kak Nurina. Tapi siap-siap deg-degan doong yaaa

Kendengpanali.blogspot.com mengatakan...

Kalau suka semi thriller di Tuhan untuk Jemima sama Cinta Sehangat Pagi, boleh banget baca novel ini, Tan. Seru.

Tapi kalau gak suka thriller psikologi.. mungkin bisa nggak klik sama ceritanya ;)

Posting Komentar

 

Nurina mengeja kata Published @ 2014 by Ipietoon