Kamis, 02 Juni 2016

[Posbar] Melihat Minat Baca di Lingkungan Sekitar




Saya merasa miris—walau nggak kaget juga—mendapati kabar betapa rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Benarkah sebegitu mengenaskannya kah minat baca bangsa ini?

Ini mendorong saya untuk menengok ke sekitar, ke lingkup kecil lingkungan yang saya tinggali dan ke lingkaran pertemanan saya. Katanya sebelum menyasar lingkup sebesar negara apalagi negara kepulauan terbesar di dunia ini, kita bisa mulai dari lingkungan masing-masing.

Saya tinggal di Jogja, kota yang katanya adalah kota pelajar dan budaya. Perpustakaan sudah oke, toko buku jumlahnya lumayan meski persebarannya nggak merata hanya berkumpul di Jogja Utara, nggak heran karena di sanalah universitas-universitas besar berada. Komunitas dan event literasi pun sering banget diadakan, penerbit besar, kecil dan indie pun bermunculan. Namun usaha book rental hancur. Dulu mereka menjamur di mana-mana tapi kini hanya satu nama saja yang masih bertahan. Mereka nggak kuat menghadapi harga buku yang makin membumbung yang membuat harga sewa pun ikut naik.

Sementara lingkungan yang saya tinggali adalah lingkungan kelas pekerja menengah ke bawah. Akar rumput yang menggerakkan roda ekonomi secara perlahan dan kadang terseok. Profesi mereka mulai dari juru parkir, buruh pasar, pegawai ukm, penjual makanan keliling hingga pemilik warung kecil-kecilan. Dan di tengah masyarakat yang selalu sibuk ini rumah saya yang penuh buku saya buka untuk umum. Saya persilakan siapa saja untuk datang dan membaca koleksi saya. Bisa tebak siapa yang datang?

Hanya anak-anak.

Sedih? Mungkin.
Hal ini membuat saya bertanya apakah mereka nggak punya minat untuk membaca?
Kebanyakan menjawab nggak tertarik. Mereka lebih mempercayai televisi sebagai sumber informasi dan hiburan bagi mereka. Alasannya sederhana, televisi bisa dinikmati sambil menyeterika segunung pakaian, sambil memasak, atau sambil menyuapi anak makan. Lebih memilih mengikuti ribuan episode Uttaran yang nggak jelas ceritanya itu dibanding membaca novel romance Indonesia yang dari segi cerita dan pemaparan lebih berkualitas... wkwkk~

Kemudian saya beralih menanyai teman-teman masa sekolah dan kuliah. Orang-orang yang nggak kalah sibuknya dalam bekerja dan mengasuh anak minus pikiran bundet tentang "makan apa besok?" atau "utang ke siapa lagi buat bayar sekolah anak-anak besok?".
Ketika saya bertanya pada mereka, kebanyakan mereka menyukai membaca. Ada yang masih bisa membaca hingga satu jam per hari, ada pula yang hanya punya waktu kurang dari sepuluh menit per hari. Kendala mereka hanyalah dalam masalah waktu.

Tapi ada kesamaan di antara para pekerja menengah dan para pekerja terdidik ini yang membuat saya terharu. Keinginan besar mereka agar anak-anak mereka suka membaca.
Dari teman-teman saya, banyak yang bertanya atau meminta rekomendasi buku anak yang bagus, terkadang juga tips agar anak mereka suka membaca. Bukan hanya membelikan buku saja tapi mereka juga menyisihkan waktu untuk mendekap dan membacakan buku cerita.
Sementara dari lingkup lingkungan saya, di antara gerak dinamis mereka dalam semangat "nek ora obah ora mangan", mereka toh tetap mendukung putra-putri mereka gemar membaca. Mereka mengizinkan anak-anak datang ke rumah saya, bersedia membacakan buku bila diminta, beberapa bahkan meminta guru PAUD di kampung agar membacakan buku 5 menit sebelum kelas dimulai. Meski mereka nggak bisa menjadi contoh dalam hal minat baca, mereka tetap mencarikan sosok ideal agar bisa dicontoh oleh anak-anak mereka.

Mereka sadar benar bahwa minat terhadap buku dan aktivitas membaca bisa dipupuk sejak dini. Maka besar harapan kami agar kualitas buku anak bisa lebih baik, karena buku anak akan menjadi gerbang awal bagi anak-anak untuk gemar membaca. Maka range usia penting banget untuk disematkan di kaver buku.

Semoga geliat samar untuk menyiapkan generasi muda gemar membaca ini juga muncul di tempat-tempat lain. Semoga tahun-tahun ke depan anak-anak ini nggak " terpaksa" kehilangan minat baca mereka hanya karena minimnya dukungan pemerintah, baik dalam penyediaan sarana perpustakaan yang lengkap dan nyaman, ataupun juga dalam regulasi penerbitan buku agar tetap ramah di kantong sehingga terjangkau kelas menengah ke bawah ;)
Semoga komunitas baca tidak kehilangan kekuatannya untuk menyebarkan virus membaca dan semoga pustaka-pustaka kecil bermunculan dalam semangat untuk berbagi.
Selamat membaca anak-anakku kami akan terus memupuk dan menyirami minat baca kalian :)



0 komentar:

Posting Komentar

 

Nurina mengeja kata Published @ 2014 by Ipietoon