Jumat, 17 Juni 2016

[Resensi] A Monster Calls - Patrick Ness, Jim Kay, Siobhan Dowd

Judul buku: A Monster Calls
Penulis: Patrick Ness, Jim Kay (illustrator), Siobhan Dowd (Conception)
Penerbit: Candlewick Press
Tahun terbit: September 2011
Tebal buku: 224 halaman
ISBN: 9781406311525



BLURB

The monster showed up after midnight. As they do.

But it isn’t the monster Conor’s been expecting. He’s been expecting the one from his nightmare, the one he’s had nearly every night since his mother started her treatments, the one with the darkness and the wind and the screaming…

This monster is something different, though. Something ancient, something wild. And it wants the most dangerous thing of all from Conor.

It wants the truth.


RESENSI

Monster itu muncul di hadapan Conor setelah tengah malam, tepat pukul 12.07 di halaman rumahnya. Tapi monster yang merupakan perwujudan dari pohon yew itu tak menakutkan sama sekali bagi Conor. Anak usia tiga belas tahun itu justru mengharapkan monster yang lebih menakutkan yang berasal dari mimpi-mimpi buruk yang dialaminya setiap malam. Mimpi buruk yang mulai ia lihat setelah ibunya menjalani perawatan.
Monster ini mengaku datang karena dipanggil oleh Conor dan menawarkan tiga cerita setiap malamnya. Sebagai balasannya, Conor harus menceritakan kisahnya. Sejujur-jujurnya.
Setiap malam tepat pukul 12.07 sang monster selalu datang, menceritakan kisah yang memaksa Conor melampiaskan segalanya. Melampiaskan emosi yang selalu dikubur diam-diam oleh anak itu. Emosi akan kerenggangannya dengan sang nenek, perundungan yang ia hadapi di sekolah, perpisahan orangtuanya dan penyakit yang diderita ibunya.

-----------------

Beberapa hari berlalu sejak saya menyelesaikan membaca buku ini. Setelah puas nangis-nangis dan nyesek-nyesek. Mimpi buruk Conor benar-benar menohok saya karena... merupakan cerminan mimpi buruk saya sendiri. Dan ketika saya berniat menulis review buku ini, saya masih saja kebingungan menuangkan segala perasaan saya yang ditarik keluar oleh novel ini.

Meski memang bagi saya, sang monster terasa lebih old and wise alih-alih menakutkan. Seram sih iya... ada kekuatan besar dalam sikap diamnya, mengintimidasi sih jelas, tapi tetap saja pembawaannya begitu terasa "tua". Mungkin karena wujud sang monster berasal dari pohon yew. Pohon yang sering ada di pekuburan yang ada di gereja dan merupakan pohon yang bisa hidup beribu-ribu tahun, pohon yang selalu menghijau dan disebut-sebut merupakan lambang kekekalan. Itu sebabnya sang monster bisa menceritakan kisah-kisah lama yang berasal dari abad pertengahan. Dengan kalimat yang tajam, lugas, tapi mengena, sang monster seolah memaksa Conor—dan saya—untuk jujur.

Saya terkesan dengan cerita yang dikisahkan oleh sang monster. Lumayan terkesima dan jadi memandang dongeng dari sisi yang berbeda. Bahwa yang hitam belum tentu hitam dan yang putih nggak selalu beneran putih. Bahwa ada sisi buruk dalam sebuah kebaikan. Semakin luas arti kebaikan itu, semakin besar pula sisi buruknya. Dan begitu juga dengan kejahatan. Bahwa mungkin saja, ada innocence dan niat baik dalam sebuah kejahatan.

Yang dialami Conor di sekolah pun sangat mengenaskan. Perundungan pada anak bisa terjadi bukan hanya dalam bentuk kekerasan fisik saja, tapi sikap terlalu hati-hati dan penuh iba pun bisa jadi malah membuat anak makin tertekan. Sejak ibunya sakit dan sejak seorang anak menghembuskan isu itu di sekolah, perlakuan teman-teman dan guru-guru terhadap Conor berubah. Mereka menjauh, nggak mau mengajak bicara karena (mungkin) takut melukai. Padahal Conor nggak mau dikasihani, dia juga nggak mau diberi kelonggaran. Conor pun jadi semacam mencari hukuman. Tapi hukuman itu nggak kunjung datang... hanya karena orang-orang kasihan padanya. Tentu saja Conor semakin marah. Dan mimpi buruknya semakin menjadi.
Ini juga lagi-lagi menohok, berapa kali ya saya mengirim tatapan iba pada seseorang? Tanpa saya sadar bahwa tatapan mengasihani saya justru malah membuat orang tersebut makin depresi, makin ingin menghilang dan makin disadarkan bahwa... orang yang pergi benar-benar telah pergi. Jenis tatapan yang membunuh harapan.

Aaah... membaca buku ini benar-benar menguras habis emosi saya. Buku anak terbaiiik yang saya baca tahun ini. Ilustrasinya keren, penceritaannya daleeem dan dahsyat efeknya. Saya ikut terbawa harapan tapi saya juga dihempas kenyataan. Pada akhirnya saat Conor akhirnya mengucapkan kebenaran... saya pun hancur berkeping-keping dalam keinginan saya untuk mengungkapkan hal yang sama.

2 komentar:

Kitty mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Kitty mengatakan...

Tau gak sih! Aku baru saja menyelesaikan membaca buku ini. Dan itu juga gara-gara baca review ini! Dan beneran deh! Gak kebayang kalau apa yang menimpa Conor itu juga terjadi pada diriku yang masih remaja. Mungkin aku kalah telak menghadapi mimpi burukku sendiri.

Aku suka sekali dengan review buku ini karena meskipun informasi yang diberikan cukup padat, namun sama sekali gak mengandung spoiler dan justru bikin aku makin penasaran pengen baca langsung bukunya. And thanks for that, I really read the book! And it is an amazing story! Aku juga merasa tertampar dengan kisah2 yang dituturkan oleh sang Monster pada Conor. Segala sesuatu tidak selalu nampak seperti yang terlihat!

Bagian terbaik dan paling kusukai dari review ini adalah kalimat-kalimat ini:

"Bahwa yang hitam belum tentu hitam dan yang putih nggak selalu beneran putih. Bahwa ada sisi buruk dalam sebuah kebaikan. Semakin luas arti kebaikan itu, semakin besar pula sisi buruknya. Dan begitu juga dengan kejahatan. Bahwa mungkin saja, ada innocence dan niat baik dalam sebuah kejahatan."

Posting Komentar

 

Nurina mengeja kata Published @ 2014 by Ipietoon