Rabu, 28 Desember 2016

[Resensi] Love in Kyoto - Silvarani

Judul buku: Love in Kyoto
Penulis: Silvarani
Editor: Donna Widjajanto
Desain sampul: Orkha Creative
Desain isi: Nur Wulan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: November 2016
Tebal buku: 240 halaman
ISBN: 978-602-03-3630-5




BLURB

“Adinda Melati, Satoe hari nanti, berkoendjoenglah ke Kjoto dengan kimono jang kaoe djahit dari kain sakoera ini. Akoe menoenggoemoe.” —Hidejoshi Sanada (13/11/45)

Veli, gadis yatim-piatu yang sejak kecil diasuh kakek-neneknya, adalah perancang busana yang tengah naik daun. Sepulang dari Jakarta Fashion Week, dia menemukan tumpukan surat lusuh di sela-sela koleksi kain nusantara almarhumah neneknya, Nenek Melati. Nama pengirim surat berbau Jepang itu mengusik rasa ingin tahunya, apalagi ada kaligrafi potongan ayat Al-Qur’an di dalamnya.

Bukan kebetulan, prestasi Veli sebagai desainer diganjar kesempatan tinggal beberapa bulan di Kyoto untuk mengikuti program industri budaya. Veli merasa, ini jalan untuk menambah ilmu sekaligus mencari tahu tentang Hideyoshi Sanada.

Dengan bantuan Mario, teman spesial yang sedang bertugas di Osaka, dan Rebi, kawan SMA yang sudah empat tahun menetap di Jepang, jalinan rahasia antara Hideyoshi dan Nenek pun satu per satu mulai terungkap. Penemuan ini juga membawa Veli dan Mario bertemu sosok dingin bernama Ryuhei Uehara, musisi muda shamisen, dan Futaba Akiyama, gadis pemalu penjaga kedai udon di tengah kota Kyoto. Ternyata, hubungan empat insan ini melahirkan kisah yang jauh lebih rumit dibanding cerita Hideyoshi dan Nenek Melati puluhan tahun silam....


RESENSI


Love in Kyoto merupakan novel perkenalan saya dengan karya Silvarani, karena baru kali inilah saya membaca salah satu karyanya. Memalukan ya? Padahal sudah banyak banget novel-novelnya bermunculan dan mejeng di rak-rak toko buku. But well, namanya jodoh gak lari kemana, kan? Toh akhirnya saya pegang juga salah satu karyanya dan membacanya hingga tamat.
Sebagai salah satu bagian dari seri Around The Worl With Love batch 3, Love In Kyoto memberi pesona tersendiri dibanding seri yang lain. Bukan hanya keindahan Kyoto saja yang menonjol di dalamnya, tapi juga sejarah dan budaya yang erat antara Indonesia dan Jepang. Ada secuil romantisme yang dihadirkan Silvarani di tengah kengerian dan kekejaman masa pendudukan Jepang di kala itu. Romantisme yang pada akhirnya bukan saja melibatkan Nenek Melati dan Hideyoshi Sanada saja, tapi juga orang-orang di sekitarnya, beberapa generasi kemudian.

Love in Kyoto berkisah menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Saya dibawa menyelami, bukan saja perasaan Veli tapi juga Mario, Uehara dan Futaba. Empat orang yang terlibat dalam rasa dan tersesat karenanya. Ceritanya mengalir maju dengan beberapa kali flashback, tapi alurnya tetap terjaga. Silvarani cukup luwes dalam menuliskan narasi, meski saya kadang merasa ada beberapa adegan yang sebenarnya nggak terlalu penting, yang seandainya dihilangkan pun nggak akan mempengaruhi cerita keseluruhan. Namun toh dialognya ditulis dengan begitu cair dan hidup, sehingga saya sangat menikmati persahabatan Mario-Rebi-Veli yang hangat dan gokil. Beberapa kalimat yang quotable pun diselipkan dengan rapi tanpa kesan sok bijak.

Mengenai tokohnya, saya sangat suka dengan Veli. Gadis yang mandiri, pekerja keras dan nggak banyak tuntutan. Saya suka hubungannnya dengan Mario yang adem, sejuk gimanaaa gitu. Saya suka bagaimana Veli menerima dengan kepala dingin saat rahasia-rahasia masa lalu neneknya terungkap. Veli lebih memilih menggali dan meresapi, bukan mengkronfontasi atau menuduh.
Mario sendiri, duh... bromance-nya dengan Rebi itu yang paling bikin saya meleleh. Wkwkwkk... Sungguh, saya menikmati memperhatikan Mario saat dia bersama Rebi. Bagi saya sih cowok terlihat menarik dari kualitas hubungannya dengan sahabat cowoknya. Jadi karena mereka kelihatan asyik banget, saya jadi suka dengan Mario. Lagipula, Mario ini baik, ramah dan santun. Idaman banget kan.
Yang lumayan menyebalkan bagi saya di sini sebenarnya adalah Futaba. Terlihat lemah di hadapan cowok yang disuka, tapi giliran bertemu cewek yang jadi saingan cintanya, langsung bilang kalau jatuh cinta pada sang cowok dan bikin si cewek jadi serba salah. Ini tipe cewek yang minta dibejek. Hahaha... 
Sementara Uehara terasa jadi tokoh penyeimbang dengan auranya yang tenang. Dingin, sedikit angkuh, tapi diam-diam memperhatikan. Aiiihh....

Setting novel ini hampir seluruhnya ada di Kyoto. Saya diajak berkeliling, menikmati satu tempat indah ke tempat indah lainnya di siang dan malam hari. Selain itu, ada banyak budaya Jepang yang muncul di novel ini, terutama alat musik. Semakin seru rasanya membaca novel ini karena trivia-trivia yang disajikan.
Konfliknya cukup beragam, bukan hanya berasal dari rahasia masa lalu nenek Melati, tapi juga dari orangtua Mario yang menentang hubungan Mario dan Veli serta hadirnya orang ketiga di sisi Mario dan sisi Veli. Menarik, seru dan bikin penasaran bagaimana semua akan berakhir.

Overall, ini adalah perkenalan saya yang menyenangkan dengan karya Silvarani. Love in Kyoto membuat saya memahami tentang cinta yang bertahan tanpa harus memiliki, juga tentang menghargai sebuah proses yang telah kita lakukan untuk mencapai tujuan.

Tonton juga book trailer seri Around The World With Love Batch 3 berikut ya..


0 komentar:

Posting Komentar

 

Nurina mengeja kata Published @ 2014 by Ipietoon